Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin---
Tere Liye
| gambar dari google |
Sebenarnya sudah cukup lama saya selesai membaca novel ini, tapi baru sempat saya tulis di sini :D
Dari sekian banyak karya Tere Liye yang pernah saya baca, entah mengapa saya tidak terlalu suka dengan novel yang satu ini.
Novel ini mengisahkan kehidupan kakak beradik Tania dan Dede yang harus
putus sekolah dan menjadi pengamen karena keterbatasan ekonomi keluarga
sepeninggal ayah mereka. Mereka berdua tinggal di rumah kardus dengan
ibu mereka yang sakit-sakitan.
Kehidupan mereka berubah setelah bertemu dengan seorang pria bernama
Danar. Danar adalah seorang karyawan yang juga penulis buku anak-anak.
Danar begitu baik sehingga keluarga ini menganggapnya seperti malaikat.
Tania sangat mengagumi Danar karena selain baik, dia juga punya wajah
yang menawan.
Suatu ketika Danar memberikan mereka rumah kontrakan sehingga Tania,
Dede dan ibunya tidak perlu lagi tinggal di rumah kardus. Tania dan Dede
bisa kembali sekolah dan ibunya berjualan kue. Mereka pun semakin dekat
seperti keluarga. Suasana agak berubah ketika danar membawa teman
dekatnya yang bernama Ratna. Tania merasa cemburu, ia tidak suka melihat
kedekatan Danar dengan Ratna. Rasa tidak suka itu bukan sekedar
perasaan iri seorang adik tapi Tania kecil belum bisa menerjemahkan apa
arti perasaan itu.
Kebahagiaan mereka berkurang saat ibu Tania meninggal. Berat sekali bagi
Tania menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya telah tiada dan
sekarang ia yang harus bertanggung jawan menjaga adiknya. Untung saja
ada Danar yang selalu berada di samping mereka. Tania tumbuh menjadi
gadis yang cantik dan pintar. Ia berhasil mendapatkan beasiswa ke
Singapura. Sederet prestasi berhasil ia raih dalam studinya. Semua
pengalaman hidup yang telah Tania alami menjadikannya lebih dewasa
dari gadis-gadis lain seumurannya. Perasaannya terhadap Danar juga
semakin jelas. Lambat laun Tania tahu, perasaan itu bernama cinta.
Tapi cinta Tania terhadap danar tidaklah mudah. Bertahun-tahun mereka
bersama dalam status kakak adik, terlebih lagi mereka terpaut usia 14
tahun. Bagi ABG seperti Tania, jatuh cinta kepada pria yang jauh lebih
tua darinya cukup membuatnya pusing. Sisi remajanya membuatnya ingin
mengekspresikan perasaannya meskipun ia tidak tahu apakah Danar memiliki
perasaan yang sama dengannya atau tidak. Keadaan semakin sulit saat
Danar memutuskan untuk menikah dengan Ratna. Tania patah hati. Ia
memutuskan untuk tidak hadir dalam pernikahan mereka meskipun Danar dan
Ratna telah membujuknya.
Beberapa waktu berselang, Tania tahu bahwa kehidupan rumah tangga Danar
dan Ratna tidak bahagia. Ratna bercerita kepada Tania bahwa Danar telah
banyak berubah. Danar menjadi pendiam dan seringkali tidak berada di
rumah. Ratna tahu ada sesuatu yang menghalangi mereka, ada seseorang di
antara ia dan Danar tapi ia tidak pernah tahu siapakah bayangan itu.
Dari cerita Dede akhirnya Tania tahu bahwa Danar juga mencintai Tania.
Danar menuliskan perasaannya dalam novel "Cinta Pohon Linden" yang tidak
pernah selesai ia tulis. Perbedaan usia yang cukup jauh membuat Danar
merasa tidak pantas mencintai Tania. Tidak seharusnya ia mencintai gadis
kecil seperti Tania.
Ketika Tania dan Danar sama-sama tahu perasaan mereka masing-masing,
semua sudah terlambat. Biar bagaimanapun Danar telah menikah dengan
Ratna. Akhirnya Tania kembali ke Singapura dan memutuskan untuk
meninggalkan semua cerita cintanya.
***
Menurut saya ceritanya klise, agak mirip sinetron. Karya Tere Liye yang
lainnya selalu bisa membuat saya betah membaca tanpa ada keinginan
untuk melompati masing-masing bagian cerita. Tapi ketika membaca novel
ini, berkali-kali saya lewatkan bagian-bagian yang terasa membosankan.
Berbeda dengan karya Tere Liye yang lain, yang meskipun sederhana tapi bisa terasa istimewa lewat penuturannya yang apa adanya.
Tapi tetap saja novel ini memberikan pelajaran. Terutama filosofi "daun
yang jatuh tak pernah membenci angin". Apapun yang kita alami, jangan
pernah menyalahkan keadaan.
“Daun yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”
"Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus
mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman
yang tulus.Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian,
pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan
menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin
merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
(Tere Liye, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar